Jumat, 22 Mei 2015

Pesta Bikini, Ahok: Pelajar SMA yang Ikut Kena Sanksi

 KAMIS, 23 APRIL 2015 | 14:00 WIB

Pesta Bikini, Ahok: Pelajar SMA yang Ikut Kena Sanksi  
acidcow.com
TEMPO.COJakarta - Gubernur DKI Jakarta Basuki Tjahaja Purnama meradang mengetahui ada pesta bikini untuk siswa Sekolah Menengah Atas. Ahok, sapaan akrabnya, mengatakan
akan memberi sanksi bagi pelajar yang mengikuti pesta bikini selepas Ujian Nasional.

"Anda lulus SMA mau bikin pesta apa pun terserah Anda. Anda lulus, Anda bahagia, silakan," ujar Ahok saat ditemui di Balai Kota, Jalan Medan Merdeka Selatan, Jakarta Pusat, Kamis, 23 April 2015. "Tapi enggak bisa dong kalau pesta bikini, ya tangkep. Enggak bener kalau pesta bikini."

Ahok berujar penerapan sanksi perlu dilakukan. "Kalau sampai terjadi kita cari jalan hukumnya seperti apa."

Kepala Dinas Pendidikan DKI Jakarta Arie Budiman mengaku sudah memeriksa ke bawahannya mengenai rencana pesta bikini bertajuk "Splash After Class" tersebut. Menurut dia, sekolah dan dinas-dinas pendidikan di wilayah tak mengetahui adanya acara tersebut.

"Penyelenggara acara adalah hotel dan murni inisiatif mereka. Dinas akan meminta pemberian sanksi terhadap hotel tersebut," ujar Arie. Selain itu, ujarnya, Dinas Pendidikan akan segera membuat surat edaran untuk melarang kegiatan sejenis pasca-Ujian Nasional.

Di media sosial tersebar undangan acara pesta bikini bertema "Splash After Class". Dalam undangan tersebut tercantum jenis pakaian yang digunakan peserta adalah bikini summer dress. Acara akan diselenggarakan pada 25 April 2015 di The Media Hotel & Towers di Jalan Gunung Sahari Raya Nomor 3.

Penyelenggara mengklaim bahwa acara tersebut didukung beberapa sekolah di Ibu Kota, di antaranya SMA 8 Bekasi, SMA 12 Jakarta, SMA 14 Jakarta, SMA 38 Jakarta, SMA 50 Jakarta, SMA 24 Jakarta, SMK Musik BSD, SMA 109 Jakarta, SMA 53 Jakarta, SMA Muhammadiyah Rawamangun, SMA 44 Jakarta, SMA Alkamal, SMA 29 Jakarta, SMA 26 Jakarta, dan SMA 31 Jakarta. Sayangnya, ketika dikonfirmasi Tempo, nomor kontak penyelenggara acara ini tak bisa dihubungi atau tidak aktif.

Perkembangan Peserta Didik dari SD, SMP Hingga SMA


 Perkembangan Peserta Didik dari SD, SMP Hingga SMA



 
A.PERKEMBANGAN PESERTA DIDIK di SEKOLAH DASAR
1.Perkembangan dalam Sikap Kognitif
Perkembangan Kognitif adalah perkembangan kemampuan (kapasitas) individu untuk memanipulasi dan mengingat informasi, sedangkan menurut Peaget (dalam Sanrock 1995:308),perkembangan kognitif merupakan suatu proses genetik, yaitu suatu proses yang didasarkan atas mekanisme biologis perkembangan sistem syaraf.
Anak usia SD masih memasuki tahap perkembangan yang sangat pesat. Berbagai otot dan tulang mengalami penguatan sehingga anak cenderung aktif dalam melakukan kegiatan fisik seperti bergerak, berlari, dan tidak pernah diam ditempat. Secara kognitif, pemikiran anak SD sedang mengalami pertumbuhan sangat cepat. Pada usia dasar (6-12 tahun) anak sudah dapat mereaksi rangsangan intelektual atau melaksanakan tugas-tugas belajar yang menuntut kemampuan intelektual atau kemampuan kognitif (seperti membaca, menulis, dan menghitung).
Sebelum masa ini, yaitu masa prasekolah daya pikir anak masih bersifat imajinatif, berangan-angan atau berkhayal, sedangkan pada usia SD daya pikir anak sudah berkembang kearah berpikir konkret dan rasional. Dalam rangka mengembangkan kemampuan anak, maka sekolah dalam hal ini guru, seyogyanya memberikan kesempatan kepada anak untuk mengemukakan pertanyaan, memberikan komentar atau pendapat tentang materi pelajaran yang dibacanya atau dijelaskan oleh guru.
Pada saat duduk di sekolah dasar, dalam perkembangan kognitif menurut Piaget masa ini berada pada tahap operasi konkret, yang ditandai dengan kemampuan, yaitu:
1. Mengklasifikasikan (mengelompokkan) benda-benda berdasarkan ciri-ciri yang sama.
2. Menyusun atau mengasosiasikan (menghubungkan atau menghitung) angka-angka atau bilangan.
3. Memecahkan masalah (probelm solving) yang sederhana.

Dalam upaya memahami alam sekitarnya mereka tidak lagi terlalu mengandalkan informasi yang bersumber dari panca indera, karena anak mulai mempunyai kemampuan untuk membedakan apa yang tampak oleh mata denga kenyataan sesungguhnya. Dalam masa ini, khusunya dikelas-kelas tinggi, kelas 4, kelas 5, dan kelas 6, anak telah mengembangkan 3 macam proses yang disebut dengan operasi-operasi, yaitu:
1. Negasi (negation), yaitu pada masa kongkrit operasional, anak memahami hubungan-hubungan antara benda atau keadaan yang satu dengan benda atau keadaan yang lain.
2. Hubungan Timbal Balik (Resiprok), yaitu anak telah mengetahui hubungan sebab-akibat dalam suatu keadaan.
3. Identitas, yaitu anak sudah mampu mengenal satu persatu deretan benda yang ada.
Operasi yang terjadi dalam diri anak memungkinkan pula untuk mengetahui suatu perbuatan tanpa melihat bahwa perbuatan tersebut ditunjukkan. Jadi, pada tahap ini anak telah memiliki struktur kognitif yang memungkinkannya dapat berfikir untuk melakukan suatu tindakan tanpa ia sendiri bertindak secara nyata.
Bagaimana anak-anak memperluas tata bahasa mereka dengan begitu cepat? Sebenarnya  mereka melakukannya dengan pemetaan secara cepat, yang memungkinkan mereka untuk menyerap arti kata baru setelah mendengarnya sekali atau dua kali dalam percakapan. Pada basis konteks tersebut, anak-anak tampaknya membentuk hipotesis yang cepat mengenai arti kata dan menyimpannya dalam ingatan.
Pada usia 5-7 tahun, kemampuan bicara anak-anak menjadi sangat mirip dengan orang dewasa. Mereka berbicara dalam kalimat yang lebih panjang dan lebih rumit. Mereka menggunakan lebih banyak kata hubung, kata depan, dan artikel. Merekaemnggunakan kalimat kompleks dan susunan, dan dapat menangani semua bagian pembicaraan. Masih lagi, saat anak-anak pada usia ini berbicara secara lancar, dapat dimengerti dan benar menurut tata bahasa, mereka harus menguasai beberapa poin bahasa.
Ada dua proses yang memungkinkan perubahan ini,yaitu Asimilasi dan Akomodasi. Asimilasi merupakan proses kognitif yang menggabungkan  informasi dari lingkungan kedalam skemata yang ada. Sebaliknya, Akomodasi adalah proses kognitif yang mengubah skemata yang ada atau membuat skemata yang baru untuk menyesuaikan dengan lingkungan. Melalui Asimilasi, ana-anak menambahkan informasi baru ke dalam gambaran mereka tentang dunia, dan melalui Akomodasi, mereka mengubah gambaran mereka tentang dunia berdasarkan informasi baru.

2. Perkembangan dalam Sikap Emosional
    Kemampuan mengontrol emosi diperoleh anak melalui peniruan dan latihan (pembiasaan). Dalam proses peniruan, kemampuan orang tua dalam mengndalikan emosinya sangatlah berpengaruh pada anak.
    Pada usia sekolah (khususnya di kelas-kelas tinggi, kelas 4, kelas 5, dan kelas 6), anak mulai menyadari bahwa pengungkapan emosi secara kasar tidaklah diterima, atau tidak disenangi oleh orang lain. Oleh karena itu, dia mulai belajar untuk mengendalikan dan mengontrol ekspresi emosinya. Kemampuan mengontrol emosi diperolehnya melalui peniruan dan latihan (pembiasaan).
    Dalam proses peniruan, kemampuan orang tua atau guru dalam mengendalikan emosinya sangatlah berpengaruh. Apabial anak dikembangkan di lingkungan keluarga yang suasana emosionalnya stabil, maka perkembangan emosi anak cenderung stabil atau sehat. Akan tetapi, apabila kebiasaan orang tua dalam mengekspresikan emosinya kurang stabil atau kurang kontrol (seperti: marah-marah, mudah mengeluh, kecewa, dan pesimis dalam menghadapi masalah), maka perkembangan emosi anak, cenderung kurang stabil atau tidak sehat. Gambaran tentang karateristik emosi anak itu dapat dilihat pada perbedaan berikut:

Karateristik Emosi yang Stabil (Sehat)
    1.Menunjukkan wajah yang ceria.
    2.Mau bergaul dengan teman secara baik.
    3.Bergairah dalam belajar
    4.Dapat berkonsentrasi dalam belajar.
    5.Bersikap respek (menghargai) terhadap diri sendiri dan orang lain.
   
Karateristik  Emosi yang Tidak Stabil (Tidak Sehat)
   
    1.Menunjukkan wajah yang murung.
    2.Mudah tersinggung
    3.Tidak mau bergaul dengan orang lain.
    4.Suka marah-marah
    5.Suka mengganggu teman


B. PERKEMBANGAN PESERTA DIDIK  pada SEKOLAH MENENGAH PERTAMA
1. Perkembangan dalam Sikap Kognitif
            Untuk membahas perkembangan kognitif  (berpikir) pada  anak saat berada di sekolah menengah pertama (SMP), dikemukakan pandangan dari Piaget, Vigotksy, dan para ahli psikologi pemrosesan informasi (information-processing theory).
            Arajoo T.V (1986) menyatakan bahwa aspek kognitif meliputi fungsi intelektual seperti pemahaman, pengetahuan dan ketrampilan berpikir. Untuk siswa SMP, perkembangan kognitif utama yang dialami adalah formal operasional, yang mampu berpikir abstrak dengan menggunakan simbol-simbol tertentu atau mengoperasikan kaidah-kaidah logika formal yang tidak terikat lagi oleh objek-objek yang bersifat konkrit, seperti peningkatan kemampuan analisis, kemampuan mengembangkan suatu kemungkinan berdasarkan dua atau lebih kemungkinan yang ada, kemampuan menarik generalisasi dan inferensasi dari berbagai kategori objek yang beragam. Selain itu, ada peningkatan fungsi intelektual, kapabilitas memori dalam bahasa dan perkembangan konseptual. Dengan kata lain, bahasa merupakan salah satu alat vital untuk kegiatan kognitif.
            Menurut Jean Piaget, perkembangan kognitif anak pada saat berada di Sekolah Menengah Pertama(SMP), berada pada tahap “Formal operation stage”, yaitu tahap ke empat atau terakhir dari tahapan kognitif. Tahapan berpikir formal ini terdiri atas dua subperiode (Broughton dalam John W.Santrock, 2010:97), yaitu:
    a.  Early formal operation thought, yaitu kemampuan remaja untuk berpikir dengan cara-cara hipotetik yang menghasilkan pikiran-pikiran sukarela (bebas) tentang berbagai kemungkinan yang tidak terbatas. Dalam periode awal ini, remaja mempersepsi dunia sangat bersifat  subjektif dan idealistik.
    b.  Late formal operational thought, yaitu remaja mulai menguji pikirannya berlawanan dengan pengalamannya, dan mengembalikan keseimbangan intelektualnya. Melalui akomodasi (penyesuaian terhadap informasi/hal baru), remaja mulai dapat mentesuaikan terhadap bencana atau kondisi pancaroba yang telah dialalminya.

Keating merumuskan lima pokok yang berkaitan dengan perkembangan berpikir operasi formal, yaitu sebagai berikut :

      1.  Berlainan dengan cara berpikir anak-anak yang tekanannya kepada kesadarannya sendiri disini dan sekarang, cara berpikir remaja berkaitan erat dengan dunia kemungkinan. Remaja mampu menggunakan abstraksi dan dapat membedakan yang nyata dan konkret dengan abstrak dan mungkin.
      2.  Melalui kemampuannya untuk menguji hipotesis, muncul kemampuan nalar secara ilmiah.
      3.  Remaja dapat memikirkan tentang masa depan dengan membuat perencanaan dan mengekplorasi berbagai kemungkinan untuk mencapainya.
      4.  Remaja menyadari tentang aktivitas kognitif dan mekanisme yang membuat proses kognitif itu efisien dan tidak efisien. Dengan demikian, introspeksi (pengujian diri) menjadi bagian kehidupannya sehari-hari.
      5.  Berpikir operasi formal memungkinkan terbukanya topik-topik baru dan ekspansi berpikir.




2. Perkembangan dalam sikap Emosional
   Masa remaja merupakan puncak emosionalitas, yaitu perkembangan emosi yang tinggi. Pertumbuhan fisik, terutama ogran seksual mempengaruhi perkembangan emosi dan dorongan baru yang dialami sebelumnya seperti perasaan cinta. Pada usia remaja awal, perkembanga emosinya menunjukkan sifat yang sensitif dan reaktif yang sangat kuat terhadap berbagai peristiwa, emosinya bersifat negatif dan tempramental. Sedangkan remaja akhir sudah mampu mengendalikan emosinya. Mencapai kematang emosional merupakan tugas perkembangan yang sangat sulit bagi remaja. Proses pencapaiannya sangat dipengaruhi oleh kondisi sosio-emosional lingkungannya, terutama lingkungan keluarga dan kelompok teman sebaya
Meskipun pada usia remaja kemampuan kognitifnya telah berkembang dengan baik, yang memungkinkannya untuk dapat mengatasi stres atau fluktuasi emosi secara efektif, tetrapi ternyata masih banyak remaja yang belum mampu mengelola emosinya, sehingga mereka banyak mengalami depresi, marah-marah, dan kurang mampu meregulasi emosi. Kondisi ini dapat memicu masalah, seperti kesulitan belajar, penyalahgunaan obat, dan perilaku menyimpang. Dalam suatu penelitian  dikemukakan bahwa regulasi emosi sangat penting bagi keberhasilan akademik. Remaja yang sering mengalami emosi yang negarif cenderung memiliki prestasi belajar yang rendah.

C. PERKEMBANGAN PESERTA DIDIK pada SEKOLAH MENENGAH ATAS
1. Perkembangan dalam Sikap Kognitif
Kemampuan kognitif terus berkembang selama masa SMA. Akan tetapi, bagaimanapun tidak semua perubahan kognitif pada masa SMA tersebut mengarah pada peningkatan potensi. Kadang-kadang beberapa kemampuan kognitif mengalami kemerosotan seiring dengan pertambahan usia. Meskipun demikian sejumlah ahli percaya bahwa kemunduran keterampilan kognitif yang terjadi terutama pada masa SMA akhir dapat ditingkatkan kembali melalui serangkaian pelatihan.

   Perkembangan kognitif pada fase usia dewasa awal, dikemukakan oleh Schaie (1997) bahwa tahap-tahap kognitif  Piaget menggambarkan peningkatan efisiensi dalam perolehan informasi yang baru. Sebagai contoh, pada masa dewasa awal terdapat perubahan dari mencari pengetahuan menuju menerapkan pengetahuan, menerapkan apa yang sudah diketahui, khususnya dalam hal penentuan karier dan mempersiapkan diri untuk menghadapi pernikahan dan hidup berkeluarga.

2.Perkembangan dalam Sikap Emosional
  Pada masa ini, tingkat karateristik emosional akan menjadi drastis tingkat kecepatannya. Gejala-gejala emosional para remaja seperti perasaan sayang, marah, takut, bangga dan rasa malu, cinta dan benci, harapan-harapan dan putus asa, perlu dicermati dan dipahami dengan baik. Sebagai calon pendidik dan pendidik kita harus mengetahui setiap aspek yang berhubungan dengan perubahan pola tingkah laku dalam perkembangan remaja, serta memahami aspek atau gejala tersebut sehingga kita bisa melakukan komunikasi yang baik dengan remaja. Perkembangan pada masa SMA (remaja) merupakan suatu titik yang mengarah pada proses dalam mencapai kedewasaan. Meskipun sifat kanak-kanak akan sulit dilepaskan pada diri remaja karena pengaruh didikan orang tua.
Perkembangan Peserta Didik Periode Sekolah Menengah Atas (SMA)
Psikolog memandang anak usia SMA sebagai individu yang berada pada tahap yang tidak jelas dalam rangkaian proses perkembangan individu. Ketidakjelasan ini karena mereka berada pada periode transisi, yaitu dari periode kanak-kanak menuju periode orang dewasa. Pada masa tersebut mereka melalui masa yang disebut masa remaja atau pubertas. Umumnya mereka tidak mau dikatakan sebagai anak-anak tapi jika mereka disebut sebagai orang dewasa, mereka secara riil belum siap menyandang predikat sebagai orang dewasa.
Ada perubahan-perubahan yang bersifat universal pada masa remaja, yaitu meningginya emosi yang intensitasnya bergantung pada tingkat perubahan fisik dan psikis, perubahan tubuh, perubahan minat dan peran yang diharapkan oleh kelompok sosial tertentu untuk dimainkannya yang kemudian menimbulkan masalah, berubahnya minat, perilaku, dan nilai-nilai, bersikap mendua (ambivalen) terhadap perubahan.
Perubahan-perubahan tersebut akhirnya berdampak pada perkembangan fisik, kognitif, afektif, dan juga psikomotorik mereka.

Fenomena Corat Coret Baju Seragam Setelah Pengumuman UN


corat-coretCorat-coret baju seragam sekolah pada saat pengumuman kelulusan ujian Nasional (UN) untuk tingkat SMA sederajat adalah merupakan kebiasaan buruk yang terjadi secara turun temurun. Seperti yang kita lihat di hari jum’at kemarin tanggal 24 Mei saat pengumuman kelulusan ujian nasional tingkat SMA sederajat aksi corat-coret baju seragam terjadi dimana-mana. Entah kapan dimulainya kebiasaan tersebut seingat saya dari jaman dulu kebiasaan corat-coret baju tersebut sudah ada. Sebagian orang mengatakan bahwa fenomena corat-coret baju saat pengumuman lulus adalah sebagai budaya dan sebagai kenangan indah bagi mereka. Tapi menurut saya itu bukan merupakan budaya dan kenangan, tapi sebagai kebiasaan buruk yang harus ditinggalkan.
Usia remaja adalah usia pertumbuhan yang penuh dengan pemberontakan baik di lingkungan keluarga maupun lingkungan sekolah. Sekolah sebagai lembaga formal untuk mendidik anak-anak. Di mana di dalamnya di ajarkan berbagai disiplin ilmu, cara berdisiplin, pembiasaan diri, bertanggung jawab, kerja keras sesuai dengan pendidikan karakter bangsa. Di mana pada tingkat pendidikan anak-anak sampai remaja mendidik karakter yang baik supaya sadar tahu mana yang salah dan mana yang benar yang disertai dengan contoh nyata dalam karakter Walaupun dalam hal kedisiplinan kita ambil saja satu contoh untuk merapikan baju seragam kadang-kadang harus dipaksakan dengan teguran.  Dalam fenomena mencurat-coret baju seragam rupanya mereka melihat contoh dari kakak kelasnya.
Di sekolah dari tingkat dasar dan menengah semua ilmu diajarkan kepada peserta didik walau sebenarnya peserta didik tidak semua menyukai dengan pelajaran tersebut. Ada beberapa mata pelajaran yang   tidak disukai sampai dibenci oleh para peserta didik misalnya matematika dan fisika. Dalam hal seragam di lingkungan sekolah harus selalu rapi bersih dilengkapi dengan berbagai atribut yang melekat  ini juga oleh sebagian remaja peserta didik merupakan bentuk pengekangan terhadap kebebasan mereka. Maka pada saat kelulusan seolah olah mereka ingin mengekspresikan diri bahwa sekarang saatnya untuk lepas dari semua aturan karena kami sudah lulus. Jadi corat coret terhadap baju seragam pada saat pengumuman kelulusan merupakan suatu bentuk pemberontakan terhadap peraturan di mana pada saat mereka lulus dari sekolah tersebut seakan peraturan tersebut tidak mengikat lagi.
Beberapa gambar di bawah ini saya peroleh dari siswa-siswi sekolah saya sendiri selepas pengumuman pelulusan Ujian Nasional 2013. Padahal pengumuman UN kami antar langsung ke rumah mereka untuk menghindari aksi corat-coret baju seragam, tapi tahu-tahu mereka berkumpul untuk aksi ini.
coret7
coret6
coret2
coret8
coret3
coret10
coret9
Fenomena tersebut adalah sebuah kebiasaan buruk, kami para guru kerap kali mencoba mengatasi hal tersebut misalnya dengan menghimbau kepada para siswa kelas 12 yang baru lulus untuk segera mengumpulkan baju seragam bekas yang layak pakai untuk disumbangkan kepada yang membutuhkan misalnya panti atau korban sebuah bencana. Sebagian anak ada yang menuruti himbauan guru tapi ada juga yang tidak, ada juga mereka yang menyumbangkan pakaian bekasnya dan corat-coret juga, rupanya mereka memiliki dua atau lebih seragam ya untuk disumbangkan ada dan untuk di corat-coret juga ada.
Sekarang lebih buruknya bukan saat pengumuman kelulusan ini malah di beberapa tempat ada yang corat-coret baju seragam tersebut pada saat hari terakhir pelaksanaan UN. Rupanya mereka sudah yakin lulus kali ya? Ini benar benar “potret suram dunia pendidikan” ujar sebuah head lines sebuah berita media cetak. Mereka dengan ekpresif saling mencoret-coret baju seragam teman-temannya seolah olah lepaslah semua beban yang sebelumnya dihadapi padahal UN bukan lah akhir dari segalanya  karena ada ujian lain yang lebih berat dari UN yaitu ujian dalam kehidupan.